Alasan Jokowi Berpaling dari Jepang ke China Terkait Pembangunan Kereta Cepat Jakarta - Bandung

<b>Lifepod.id</b> - Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung sampai kini terus menuai kritik sejak perencanaannya pada 2015.

Alasan Jokowi Berpaling dari Jepang ke China Terkait Pembangunan Kereta Cepat Jakarta - Bandung

Hal ini karena proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya yang cukup besar dari target awalnya. Jika perhitungan awalnya pembangunan proyek ini membutuhkan biaya 86,5 triliun, kini telah membengkak mencapai angka Rp 114,24 triliun.

Untuk itu pemerintah berencana menambal kekurangan dana dengan duit APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN yang terlibat di proyek tersebut. 

China berhasil merebut hati Indonesia dari Jepang terkait pembangunan kereta cepat sepanjang 142,3 km. Pada saat itu Jepang mengajukan proposal senilai 6,2 miliar sedangkan China sebesar 5,5 miliar dollar AS. Jepang menawarkan pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 0,1 persen. Sementara China dengan tenor yang sama, menawarkan bunga pinjaman 2 persen. 

Pemerintah Indonesia kemudian lebih memilih China daripada Jepang karena beberapa alasan seperti:

1. Janji tanpa APBN

China berhasil mengambil hati pemerintah Indonesia karena menjanjikan jika proyek tersebut bisa mereka lakukan murni dengan skema bisnis antar-BUMN kedua negara alias (B to B). Hal ini dikonfirmasi oleh menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno yang menyebut jika pemerintah Indonesia menerima China karena negara itu menawarkan pembangunan proyek tanpa APBN sepeser pun. 

"Begini soal kereta cepat supaya semua jelas. Padahal kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Nah kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok. Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah. Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi B to B karena BUMN dengan BUMN," ujar Rini Soemarno kala itu.  

Karena itu pula kata dia, Kementerian BUMN melakukan pendalaman kepada BUMN China. Lalu, akhirnya disepakati untuk membuat joint venture agreement.

"Yang diputuskan juga adalah ini konsorsium dari BUMN (dikerjakan BUMN tanpa APBN)," kata Rini Soemarno.

Menurut Rini, APBN tak bisa dibebani lagi untuk membangun Kereta Cepat Jakarta Bandung sepanjang 142 km itu. Sebab dana APBN telah difokuskan untuk membangun infrastruktur di seluruh Indonesia, tak hanya Pulau Jawa saja.

Adapun BUMN yang terlibat dalam konsorsium proyek kereta cepat meliputi PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga, PT Kereta Api Indonesia, serta PT Perkebunan Nusantara VIII.
Sementara China juga membentuk konsorsium demi proyek yang akan menelan dana puluhan triliun itu. Tutur Rini, China Railway Corporation (CFC) akan memimpin konsorsium BUMN Tiongkok itu. 

2. Tanpa jaminan pemerintah

Saat mengajukan proposal Kereta Cepat Jakarta Jepang baru mau mengerjakan proyek jika pemerintah Indonesia memberikan jaminan. Kemudian pada saat itu China muncul dan menawarkan kerja sama dengan skema pengerjaan oleh BUMN untuk pembangunan Kereta Cepat Jakarta bandung tanpa perlu memberikan jaminan apapun
Sehingga jika nantinya di tengah jalan terdapat masalah pembangunan seperti biaya investasi atau kendala lainnya, risiko itu diserahkan ke perusahaan konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Baik pihak China maupun BUMN Indonesia, bisa menambah modal yang nantinya akan menambah besaran saham di PT KCIC dan mendilusi pemilik saham lainnya dalam konsorsium.
 
3. Terbuka soal teknologi

Dan alasan lainnya indonesia lebih memilih China adalah karena mereka berjanji akan terbuka soal teknologi yang memungkinkan adanya transfer ilmu.
Berbeda dalam proposal Jepang, transfer teknologi tak ada dalam klausul. Hal ini juga menjadi salah satu alasan pemerintah enggan melanjutkan pembahasan penawaran dari Negeri Sakura itu. 
Jepang kecewa dan menyesal

Atas keputusan Pemerintah Indonesia ini untuk memilih China, hubungan antara Indonesia dan jepang jadi renggang.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 4 September 2015, Duta Besar Jepang untuk Indonesia saat itu, Yasuaki Tanizaki, sempat meluapkan kekecewaan dan penyesalan pemerintahnya kepada Indonesia. 
"Saya telah menyatakan penyesalan saya karena dua alasan," kata Tanizaki memulai pembicaraan di hadapan wartawan yang mengerubunginya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Pihak Jepang merasa menyesal karena dana yang sudah dikeluarkan untuk studi kelayakan  high speed rail (HSR) rute Jakarta-Bandung sangat besar dan memakan waktu hingga tiga tahun serta melibatkan pakar teknologi Jepang yang bermitra dengan Indonesia. 

Kedua, Tanizaki menuturkan teknologi yang ditawarkan Jepang merupakan teknologi terbaik dan memiliki standar keamanan tinggi. 

"Tapi keputusan ini sudah dibuat pemerintah Indonesia dan kami menghormatinya, karena ini bukan keputusan yang mudah. Saya akan langsung menyampaikannya ke Tokyo," pungkas Tanizaki.

Baca Juga : Polda Metro Bubarkan kerumunan Pesta Halloween di Jaksel

Baca Juga : Mobil Tak Lulus Uji Emisi di Jakarta Ditilang Rp 500.000, Motor Rp 250.000