Benarkah UU Penyiaran Justru Lindungi Pelaku Industri Kreatif?

<b> Lifepod.id </b> - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan tanggapan mengenai gugatan yang diajukan stasiun TV RCTI dan iNews TV ke Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa tempo yang lalu.

Benarkah UU Penyiaran Justru Lindungi Pelaku Industri Kreatif?
Img. Ilustrasi anak kecil sedang menonton TV | Pixabay

 

Bila gugatan ini dikabulkan maka KPI akan punya wewenang mengawasi layanan over the top (OTT), seperti Netflix hingga Youtube.

Sebetulnya tidak hanya Indonesia saja, berbagai negara maju pun telah mengatur siaran digitalnya.

Berbanding terbalik dengan opini warganet, perwakilan dari KPI Pusat, Yuliandre Darwis, selaku Komisioner disana justru menilai gugatan yang diajukan ini justru bertujuan agar dapat acara serta konten yang berkualitas.

Selain itu, untuk mendorong kesetaraan perlakukan terhadap TV konvensional ataupun platform media baru.

“KPI berkomitmen menjaga kepentingan publik untuk mendapat konten yang berkualitas,” ujarnya kepada VOI, Selasa (01/09), “sekaligus mendorong industri kreatif dalam memproduksi konten sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.”


Baca juga: Gugatan RCTI Sebatas Upaya Persaingan Usaha Belaka?

 

Peran UU Penyiaran

Keadilan harus diterapkan bila terdapat lembaga penyiaran konvensional, begitu pula seharusnya dengan penyiaran berbasis internet.

Contohnya jurnalis terikat dengan UU Pers dan kode etik jurnalistis yang menjadikan mereka tidak bisa bicara asal bukan dari fakta.

Bila tidak diatur ke dalam perundangan yang mengikat maka semua orang akan terlalu bebas berekspresi tanpa memahami regulasi, seperti UU ITE.

Menurut Andre uga seharusnya platform seperti Youtube dan lainnya bersyukur karena dengan adanya regulasi baru akan membuat perlindungan terhadap para pembuat konten.

 

Baca juga: Nadiem Beri Subsidi Pulsa, Siswa Dapat 35 GB dan Mahasiswa 50 GB per Bulan

 

KPI Siap Melakukan Pengawasan

Andre mengatakan, bawa KPI siap melakukan tugas pengawasan yakni memberikan pedonan terhadap entitas OTT agar mematuhi norma penyiaran di Indonesia. 

Pengawasan ini bukan berarti akan mengontrol setiap kontrol yang dihasilkan pada platform tersebut dan tidak akan membatasi kebebasan para warganet dan konten kreator untuk berkreasi.

"KPI mengajak seluruh pihak untuk menghargai proses hukum yang sedang berlangsung sekaligus menjadikan topik ini sebagai wacana publik yang didasarkan pada perspektif argumentasi yang proporsional dan mengedepankan kepentingan bangsa," paparnya.

 

Baca juga: Muncul ke Publik, CEO Jouska Klaim Tidak Pernah Kelola Saham Klien


Harapan KPI

Sebelumnya dalam Rapat Dengan Pendapat (RDP) 17 Februari lalu Ketua KPI, Agung Suprio, pernah mengatakan hal serupa. Ia menginginkan lembaganya dapat berperan untuk melakukan pengawasan terhadap media baru.

Terkait regulasi media baru, pihak KPI memberi usul agar semua media baru berbasis daring wajib mendaftarkan diri ke pemerintah. Tak hanya itu, semua media baru juga wajib menayangkan konten yang sesuai dengan perundangan di Tanah Air.

Dikutip dari Kominfo, Agung mengatakan, “Adapun pengawasan konten media baru yang berupa audio visual, baik itu radio streaming, TV streaming, maupun video on demand yang dilakukan oleh KPI.”

KPI berhak mengambil tindakan dengan menegur penyelenggara media baru bila ditemukan pelanggaran di media tersebut. Ketiga peringatan tersebut tidak dipatuhi, maka KPI akan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Kominfo untuk memblokirnya.
 

Baca juga: Cuan Sekaligus Bantu Negara? Yuk Investasi Sukuk Ritel SR013!