DPRD Yogyakarta Adakan Rapat Evaluasi PSTKM, Ini Hasilnya

<b> Lifepod.id </b> - Terkait hasil rapat evaluasi Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat(PSTKM) di Gedung DPRD DIY, Kamis (04/02), Sekretaris Daerah(Sekda) DIY memberi tanggapan.

DPRD Yogyakarta Adakan Rapat Evaluasi PSTKM, Ini Hasilnya
Img. Kota Yogyakarta menerapkan Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat(PSTKM) |

 

Drs. Kadarmanta Baskara Aji yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) DIY menjelaskan beberapa poin pada saat rapat berlangsung.

Untuk menekan kasus positif di DIY, kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) DIY menilai libur panjang dan awal tahun lalu memicu naiknya kasus COVID-19 selama sebulan terakhir.

Ketentuan pemberlakukan jam operasional tempat usaha, seperti cafe dan rumah makan, hanya boleh beroperasi sampai 20.00 memang sudah ditetapkan dari pemerintah pusat.

“Karena pada jam-jam itu warung-warung dan kafe menjadi tempat berkerumun dibandingkan saat jam siang,” kata Aji.

Namun jika dirasa kebijakan itu mengganggu, pihaknya tidak keberatan apabila hal itu dijadikan bahan evaluasi untuk kebijakan selanjutnya. Ia menegaskan bahwa sejatinya tidak hanya sektor tersebut yang mengalami kerugian selama pandemi.

“Semua hal terganggu, dan itu tugas kami koordinasi dengan Kabupaten/Kota dan ini menjadi perhatian kami,” imbuhnya.

Kemudian terkait desakan untuk memanfaatkan gedung JEC dan hotel Mutiara sebagai tempat karantina, Aji menyebut jika pemerintah DIY harus mempertimbangkan tenaga kesehatan (nakes) yang bersiaga disana.

Menurut Aji, pengadaan shelter dianjurkan untuk dimaksimalkan di desa-desa.

“Pengadaan shelter di desa-desa supaya puskesmas lebih dekat dalam memberikan pelayanan,” ungkapnya.

 

Baca juga: Pemkot Yogyakarta Pasang Wifi Publik Gratis di 356 Titik

 

Wakil Ketua DPRD DIY, Suharwanta, menambahkan jika menyamaratakan jam operasional usaha di seluruh sektor yang berlaku di Jakarta dianggap kurang efektif.

Alasannya sebab tidak semua pelaku usaha membuka tempat usahanya di waktu yang sama, ada yang saat pagi, siang, bahkan sore hari.

“Kalau warung buka jam tiga sore, ya, tutupnya jam sepuluh malam. Jadi, operasional bisa disesuaikan dengan jam buka waktu itu. Itu saya kira lebih proporsional,” ujarnya.

Dengan berlakunya jam malam juga akan membuat stigma COVID-19 berubah menjadi ganas hanya pada saat pukul 19.00. Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah DIY bisa memperbaiki kebijakan.

 

Baca juga: PPKM di Jawa-Bali Dianggap Masih Tak Efektif Atasi COVID-19

 

Di kesempatan yang sama Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DIY, Noviar Rahmad, menyembuhkan jika bagi pelaku usaha kuliner di kawasan Malioboro diberikan pengecualian khusus oleh satpol PP DIY.

“Pasca audiensi dari pekerja informal itu, malamnya para jajaran kami sudah melakukan kebijaksanaan, bahwa khusus pedagang di Tugu, Malioboro Keraton, dan Alun-Alun tetap penerapannya 25%,” tegas Noviar.

Ini berarti pelaku usaha di empat kawasan primer tersebut dibebaskan dari jam malam dengan ketentuan tetap mematuhi protokol dan kebijakan yang berlaku.