Fenomena "Shrinkflation,” Kemasan Produk Lebih Kecil, Lebih Sedikit, Harga Tetap

Lifepod.id - Dari kertas toilet, hingga yogurt, kopi dan keripik jagung, para produsen diam-diam mengecilkan ukuran kemasan tanpa menurunkan harga. Fenomena ini disebut sebagai “shrinkflation” atau “penyusutan,” dan dengan cepat terjadi seluruh belahan dunia.

Fenomena "Shrinkflation,” Kemasan Produk Lebih Kecil, Lebih Sedikit, Harga Tetap
Sumber: VOA Indonesia

Dari kertas toilet, hingga yogurt, kopi dan keripik jagung, para produsen diam-diam mengecilkan ukuran kemasan tanpa menurunkan harga. Fenomena ini disebut sebagai “shrinkflation” atau “penyusutan,” dan dengan cepat terjadi seluruh belahan dunia.

Di Amerika, sekotak kecil tissue yang beberapa bulan lalu memiliki 65 lembar kertas tissue, kini hanya 60 lembar. Yogurt Chobani Flips menyusut dari 5,3 ons menjadi 4,5 ons.

Di Inggris, Nestle memperkecil kaleng kopi Nescafe Azera Americano dari 100 gram menjadi 90 gram.

Sementara di India, ukuran sebatang sabun cuci piring Vim diperkecil dari 155 gram menjadi 135 gram.

Para ahli mengatakan penyusutan bukan hal baru, namun semakin meluas saat inflasi karena perusahaan bergulat dengan kenaikan biaya untuk bahan-bahan produk, pengemasan, tenaga kerja dan transportasi.

Inflasi harga konsumen global naik sekitar 7% pada Mei lalu, yang menurut Standard&Poor Global akan berlanjut hingga September nanti.

“Hal ini datang bagai gelombang. Kita kebetulan berada dalam gelombang pasang karena inflasi,” ujar Edgar Dworsky, advokat konsumen dan mantan asisten jaksa agung di Massachusetts yang selama beberapa puluh tahun telah mendokumentasikan penyusutan yang terjadi di situs web Consumer World buatannya.

Dworsky mulai melihat boks-boks sereal yang lebih kecil sejak musim gugur lalu, dan “shrinkflation” ini kemudian terus membesar. Ia dapat menyebutkan sejumlah contoh, dari kertas tissue Cottonella Ultra Clean Care yang berkurang dari 340 lembar menjadi 312 lembar. Atau kopi Folgers yang kemasan plastinya mengecil dari 51 ons menjadi 43,5 ons, namun masih cukup untuk membuat 400 cangkir kopi.

Shrinkflation: Cara Kelabuhi Konsumen?

Dworsky mengatakan dorongan untuk melakukan “shrinkflation” ini karena pelanggan akan mengetahui jika terjadi peningkatan harga, tetapi tidak akan menyadari adanya perubahan berat kemasan atau rincian kecil seperti jumlah lembaran tissue yang berkurang. Perusahaan-perusahaan itu menyadari bahwa mereka juga dapat menggunakan trik untuk mengalihkan perhatian publik dari perampingan kemasan, seperti menandai paket yang lebih kecil dengan label baru yang cerah dan tetap menarik perhatian pembeli.

Inilah yang dilakukan Fritos. Kantong kemasan keripik dengan tanda “Ukuran Pesta” atau “Party Size” yang tadinya 18 ons, kini hanya 1,5 ons – dengan harga yang jauh lebih mahal.

Kantong-kantong kemasan keripik kini lebih ringan dari biasanya (foto: ilustrasi).
Kantong-kantong kemasan keripik kini lebih ringan dari biasanya (foto: ilustrasi).

PepsiCo tidak menjawab ketika ditanya tentang Fritos. Tetapi mengakui menyusutnya botol Gatorade. Perusahaan itu baru-baru ini menghapus secara bertahap botol-botol berukuran 32 ons dan beralih menggunakan botol ukuran 28 ons yang diperkecil di bagian tengah untuk memudahkan konsumen memegangnya. Menurut Pepsi, perampingan itu sudah berlangsung selama beberapa tahun dan tidak terkait dengan iklim ekonomi saat ini. Tetapi ia tidak menjawab ketika ditanya mengapa versi 28 ons dijual lebih mahal.

Demikian pula Kimberly-Clark – yang membuat kertas tissue Cottonelle dan Kleenex – yang tidak memberi komentar ketika ditanya tentang pengurangan kertas tissue. Proctor & Gamble juga tidak menjawab ketika ditanya tentang shampo dan conditioner Pantene Pro-V Curl Perfection yang diturunkan dari 12 ons menjadi 10,4 ons – dengan harga sama yaitu $3,99.

Makanan ringan Best Organic Sunny Day Snack Bars yang semula 8 batang per kotak, kini menjadi tujuh batang saja, tetapi harganya tetap sama yaitu $3,69. Pemilik makanan ringan itu, Hain Celestial Group, tidak menanggapi permohonan tanggapan dari Associated Press.

Di Jepang, pembuat makanan ringan Calbee Inc, pada bulan Mei lalu mengumumkan pengurangan berat makanan hingga 10% dan kenaikan harga 10% pada banyak produknya. Ini termasuk keripik sayuran dan edamame renyah. Perusahaan ini menilai kenaikan tajam biaya bahan baku sebagai penyebab kenaikan harga.

Domino's Pizza pada bulan Januari lalu mengumumkan akan mengecilkan ukuran sayap ayam dalam paketnya, dari 10 potong menjadi 8 potong, namun dengan harga yang sama yaitu $7,99. Domino merujuk kenaikan harga ayam sebagai penyebabnya.

Perusahaan pizza juga harus berpikir bagaimana agar tetap eksis di tengah lonjakan harga bahan pangan (foto: ilustrasi).
Perusahaan pizza juga harus berpikir bagaimana agar tetap eksis di tengah lonjakan harga bahan pangan (foto: ilustrasi).

Kepala Komunikasi Korporat di Dabur, India, salah satu layanan konsumen dan bisnis makanan di negara itu, “down-switching” – salah satu istilah lain untuk penyusutan – dilakukan di sebagian besar wilayah pedesaan, di mana orang-orang yang lebih miskin dan lebih rentan terhadap harga. Perusahaan hanya mendongkrak harga di kota-kota.

Pakar: “Shrinkflation” Untungkan Produsen

Hitendra Chaturvedi, pakar manajemen rantai pasokan di Arizona State University’s W.P. Carey School of Business, mengatakan ia tidak ragu jika banyak perusahaan yang berjuang mengatasi kelangkaan sumber daya dan biaya bahan baku yang lebih tinggi. Tetapi di sebagian kasus, keuntungan perusahaan-perusahaan itu – atau penjualan yang dikurangi biaya menjalankan bisnis – juga meningkat secara eksponensial, dan Chaturvedi merasa ini mengganggu.

Ia menunjuk pada Mondelez International, yang mulai mengecilkan ukuran coklat batangan Cadbury Dairy Milk di Inggris tanpa menurunkan harganya. Pendapatan operasional perusahaan itu naik 21% pada tahun 2021, tetapi turun pada kuartal pertama tahun 2022 karena tekanan biaya.

Sebagai perbandingan, laba operasional PepsiCo naik 11% pada tahun 2021, dan melonjak hingga 128% pada kuartal pertama tahun 2022.

Saya tidak mengatakan mereka mencari untung, tetapi sepertinya demikian,” ujar Chaturvedi. “Apakah kita menggunakan kendala pasokan sebagai senjata untuk menghasilkan lebih banyak uang?” [em/ka]

Baca juga: