Jangan Asal Pasang, Begini Aturan Pasang Baliho di Wilayah DKI Jakarta

<b>Lifepod.id</b> - Pemasangan segala macam bentuk reklame, seperti baliho, spanduk, umbul-umbul, dan media lainnya memiliki atutan tersendiri di wilayah DKI Jakarta.

Jangan Asal Pasang, Begini Aturan Pasang Baliho di Wilayah DKI Jakarta

 

Ada 10 jenis reklame yang dikenakan aturan, yakni:

1. Reklame papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya.

2. Reklame kain,

3. Reklame melekat, stiker.

4. Reklame selebaran.

5. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan.

6. Reklame udara.

7. Reklame apung.

8. Reklame suara.

9. Reklame film atau slide.

10. Reklame peragaan.

Peraturan terbaru untuk menertibkan pemasangan 10 jenis reklame diatas di wilayah DKI Jakarta tertuang dalam Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame.

Untuk dasar pengenaan pajak reklame sendiri tertuang dalam pasal 6 Perda yang sama dimana menjelaskan setiapp besaran pajak reklame akan ditentukan dari Nilai Sewa Rekklame (NSR) yang ditentukan dari tujuh faktor, yaitu: 

1. Jenis reklame.

2. Bahan yang digunakan.

3. Lokasi penempatan.

4. Waktu.

5. Jangka waktu penyelenggaraan.

6. Jumlah.

7. Ukuran media reklame.

Setelah semuanya dihitung barulah pajak reklame diambil senilai 25 persen dari total NSR yang dikenakan.

Selain pembayaran pajak, pemasangan reklame juga harus telah mendapatkan izin. Hal ini diatur dalam Pergub 244 Tahun 2015 diatur teknis penyelenggaraan reklame agar bisa diterbitkan. Hal tersebut terutang dalam Pasal 4 Ayat 2 yang berbunyi,

"Setiap penyelenggara reklame baru dapat diselenggarakan atau dipasang setelah memiliki izin dan membayar kewajiban pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan lain-lain yang sah sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini."

Untuk menerbitkan suatu reklame juga harus memenuhi beberapa aturan yang seperti melampirkan okumen permohonan dan identitas diri dan surat pernyataan bermaterai tentang keabsahan data yang diajukan. Untuk syarat lengkapnya bisa dilihat di situs BPTSP DKI Jakarta.

Di Pergub ini juga dibahas mengenai reklame yang bisa ditertibkan tertuang dalam Pasal 66 Ayat 1. Ada delapan jenis penertiban reklame yang disebut, yaitu:

1. Tanpa izin.

2. Telah berakhir masa izin dan tidak diperpanjang.

3. Tidak membayar sewa titik reklame dan pungutan penerimaan lain-lain yang sah.

4. Tidak membayar pajak reklame.

5. Terdapat perubahan dan tidak sesuai dengan izin yang telah diberikan.

6. Perletakan, bentuk dan ukuran media atau bidang tidak sesuai TLB-BR (Tata Letak Bangunan-Bangunan Reklame).

7. Tidak sesuai IMB-BR (Izin Membangun Bangunan-Bangunan Reklame).

8. Tidak terawat dengan baik.

Selanjutnya untuk sanksi pelanggarannya diatur dalam pasal 6 ayat 2 yang menjelaskan delapan pelanggaran pemasangan reklame tersebut bisa ditindak dengan penurunan atau pembongkaran konstruksi reklame.

Dalam Pasal 52 Ayat 1 juga diatur tempat tempat mana saja yang dilarang untuk dipasang spanduk, berbunyi "Setiap orang atau badan dilarang menempatkan atau memasang lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul-umbul, maupun atribut-atribut lainnya pada pagar pemisah jembatan, pagar pemisah jalan, jalan, jembatan penyeberangan, halte, terminal, taman, tiang listrik dan tempat umum lainnya.
 

Siapa aparat yang bisa menindak pelanggar aturan?

Sesuai denganPeraturan Gubernur Nomor 221 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 8 Tahun 2007, maka setiap reklame yang tidak memiliki izin tayang akan ditindak oleh Satpol PP.

Satpol PP merupakan penanggung jawab utama pembinaan, pengendalian, dan pengawasan penyelenggaraan ketertiban umum, termasuk pencopotan spanduk dan baliho yang dipasang menyalahi aturan.

Selain itu Pasal 5 Ayat 2 Pergub menyatakan, instansi pemerintah yang dapat membantu tugas Satpol PP dalam pengawasan ketertiban umum, di antaranya jajaran Polda Metro Jaya, Kodam Jaya, Komando Garnisun Ibu Kota, Kejaksaan, dan Pengadilan.
 

Baca Juga: Diskon Pertalite Harga Premium Makan Marak di Jakarta

Baca Juga: Anies Akui Jakarta Alami Kenaikan Covid-19 dalam 2 Pekan Terakhir