Kenaikan Gaji DPRD DKI Jakarta di Tengah Covid-19 Dinilai Tidak Pantas

<b>Lifepod.id</b> - Sebelumnya diketaui jika DPRD DKI mengusulkan kenaikan tunjangan untuk legislator tahun depan. Atas hal ini banyak kontra yang dilayangkan dari berbagai pihak, mengingat pandemi COVID-19 saat ini.

Kenaikan Gaji DPRD DKI Jakarta di Tengah Covid-19 Dinilai Tidak Pantas

 

Pandemi COVID-19 telah membuat banyak orang hidup lebih susah, apalagi angka kemiskinan dan situasi di ibu kota bisa dibilang menjadi salah satu yang terparah. Mereka dianggap telah kehilangan empati.

Ketua DPW PSI Jakarta Michael Victor Sianipar menilai, tidak seharusnya anggota DPRD DKI Jakarta meminta kenaikan anggaran Rencana Kerja Tahunan (RKT) anggota Dewan. Apalagi di saat bersamaan gaji ASN DKI dipotong akibat pandemi Covid-19.

"Kami melihat kenaikan tersebut tidaklah pantas dan juga di tengah kesulitan ekonomi masyarakat," tegas dia.

Gaji dan tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta diusulkan naik menjadi Rp 8,38 miliar pada 2021.

Gaji tersebut berupa pendapatan langsung, pendapatan tidak langsung, kegiatan sosialisasi, dan reses. Dimana nantinya setiap anggota DPRD DKI Jakarta akan mendapatkan gaji bulanan sebesar Rp 173 juta sebelum dipotong pajak penghasilan yang terdiri dari uang representasi, paket, tunjangan keluarga, jabatan, beras, komisi, badan, perumahan, komunikasi, dan transportasi.

"Jangankan masyarakat pada umumnya, ASN juga mendapat pemotongan gaji 50 persen," kata Michael dalam konferensi pers daring, Kamis (3/12/2020). 

Michael juga mengatakan jika ada 190 ribu warga DKI Jakarta yang mengalami pemutusan hubungan kerja juga ditambah 1.7 juta warga yang penghasilannya dipotong perusahaan. 

Ketua Panitia Khusus Rencana Kerja Tahunan (RKT) DPRD DKI Jakarta M Taufik mengatakan, saat rapat pimpinan gabungan (rapimgab) penyusunan RKT DPRD DKI, Fraksi PSI sudah menyetujui anggaran Rp 888,6 miliar tersebut. Namun saat di luar rapat ia menyatakan adanya penolakan adanya anggaran tersebut.

"PSI setuju dan tanda tangan dalam rapat pimpinan gabungan RKT DPRD DKI. Tapi, kok, malah bicara aneh-aneh menolak di luar. Jangan begitu lah, harus fair. Mau menerima RKT, tapi nama ingin bagus di luar. Ini namanya merusak institusi," kata Taufik.

Dia menjelaskan anggaran tersebut masih berbentuk draf usulan dan anggaran itu tidak hanya untuk menggaji 106 anggota dewan tapi juga untuk kegiatan anggota dewan selama satu tahun.

"Angka Rp 888 miliar untuk keseluruhan kegiatan. Ini bukan gaji anggota dewan. Kalau gaji Rp 800 juta sebulan, mantap dong," ucap dia.

Taufik meminta Fraksi PSI melakukan perdebatan dalam forum rapat bukan penolakan di luar jika ingin melakukan penolakan,

"Perwakilan Fraksi PSI seharusnya berdebat di dalam (rapat), tidak perlu pencitraan menolak RKT," jelasnya.

 

Baca juga: Makam Covid-19 Jakarta Penuh, Sistem Tumpang Makam Jenazah Jadi Alternatif

 

Selain dari FPI, Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus juga menilai kenaikan gaji dan tunjangan di tengah pandemi COVID-19 merupakan usul yang tidak etis, sulit dicerna, lagi tak masuk akal.

"Bagaimana bisa DPRD masih punya nafsu memperkaya diri di hadapan fakta kesulitan ekonomi yang dialami warga yang diwakili?" kata Lucius.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira pun juga angkat bicara atas hal ini.

"Kalau DPRD DKI menaikkan tunjangan dan gaji, bisa dibilang kehilangan empati," kata Bhima, "Itu akan menurunkan simpati juga kepada anggota DPRD. Nanti rakyat malah menganggap pemerintah sedang menari di atas penderitaan rakyat."

Bhima bahkan mengatakan jika perlu anggarannya dipangkas dan dialokasikan kepada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi karena angka kemiskinan di Jakarta naik sebesar 1.11 persen menjadi 4.53 persen pada Maret 2020.

 

Baca juga: Pasien Covid-19 Tetap Bisa Gunakan Hak Pilih Saat Pilkada, Ini Aturannya