Mahkamah Agung Meksiko Dekriminalisasi Aborsi, Kelompok Keagamaan Tidak Tinggal Diam

<b>Lifepod.id</b> - Keputusan Mahkamah Agung Meksiko terkait dekriminalisasi aborsi menimbulkan kontroversi di negara itu.

Mahkamah Agung Meksiko Dekriminalisasi Aborsi, Kelompok Keagamaan Tidak Tinggal Diam

September lalu para hakim agung di pengadilan tertinggi itu melantangkan bahwa mengkriminalisasi aborsi adalah inkonstitusional. Keputusan itu adalah sebuah kemenangan besar bagi advokat kesehatan perempuan dan HAM.

Keputusan Mahkamah Agung di negara Katolik Roma terbesar kedua setelah Brazil itu berarti bahwa pengadilan tidak bisa menuntut lagi kasus aborsi. Meksiko mengikuti langkah Argentina yang mulai memberlakukan keputusan yang sama sebelumnya tahun ini.

Kelompok Keagamaan tidak tinggal diam, mereka menggelar berbagai aksi protes, dan salah satu yang terbesar berlangsung awal Oktober lalu. Mereka pada intinya menyerukan agar rakyat Meksiko membela budaya kehidupan atau culture of life yang sering disuarakan Gereja Katolik, pada intinya menentang semua bentuk aborsi.

Menurut kelompok-kelompok HAM, ratusan perempuan Meksiko umumnya miskin, digugat secara hukum karena melakukan aborsi. Beberapa puluh orang di antara mereka hingga saat ini masih dipenjarakan. Keputusan terbaru Mahkamah Agung bisa mengubah keadaan itu. 

Aksi protes serupa sebenarnya juga terjadi di berbagai penjuru dunia. Di Amerika, baru baru ini Mahkamah Agung mengizinkan undang-undang di negara bagian Texas yang melarang sebagian besar praktik aborsi untuk tetap berlaku. Pawai Perempuan di Washington DC sebagai tanggapan terhadap undang-undang anti-aborsi Texas. Washington DC, 2 Oktober 2021. 
Putusan itu menyebut bahwa para pemohon tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk menghentikan pemberlakuan undang-undang itu, sambil tetap membuka peluang upaya banding lainnya.

Putusan MA itu disambut kritik pedas Presiden AS Joe Biden dan kelompok pejuang hak aborsi. Biden yang mendukung hak aborsi sebagaimana mayoritas anggota Partai Demokrat lainnya, mengatakan bahwa undang-undang Texas itu melanggar hak konstitusional yang diciptakan melalui putusan bersejarah dalam kasus Roev. Wade 1973, yang menyebut perempuan memiliki hak konstitusional untuk mengakhiri kehamilan dalam enam bulan pertama, sewaktu janin tidak mampu bertahan hidup di luar kandungan.

Texas adalah satu dari selusin negara bagian, yang memberlakukan larangan aborsi ketika irama kontraksi jaringan jantung janin dapat dideteksi, seringkali pada usia kehamilan enam minggu, dan terkadang ketika seorang perempuan belum menyadari kehamilannya. 

Undang-undang anti-aborsi Texas tidak biasa karena memberi kekuatan hukum kepada warga untuk menegakkannya, yaitu dengan mengizinkan mereka menggugat penyedia jasa aborsi setelah kehamilan usia enam minggu. Mereka yang memenangkan gugatan berhak menerima setidaknya uang sebesar 10.000 dolar AS atau sekitar Rp140 juta.

Baca Juga : Resmi Diluncurkan! Yuk Kenali E-Meterai Lebih Dekat

Baca Juga : Jokowi Hentikan Rombongan di Papua Demi Beli Noken Pinggir Jalan