Omnibus Law Menjadi Jawaban Masalah Ekonomi Indonesia?

<b> Lifepod.id </b> - Istilah <i>omnibus law</i> sendiri mulai terdengar setelah pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan <i>omnibus law</i>? Dan, apa yang menjadikannya kontroversi?

Omnibus Law Menjadi Jawaban Masalah Ekonomi Indonesia?

Asal Usul Tentang Omnibus Law

Secara harfiah, omnis berasal dari bahasa latin yang bermakna banyak atau untuk semua. Sedangkan omnibus law adalah hukum yang mencangkup semua.

Skema regulasi sejak 1840 ini merupakan aturan yang bersifat menyeluruh, tidak terikat satu rezim pengaturan saja, dan punya berbagai tujuan. Sering ditafsirkan juga sebagai UU sapujagat.

Diyakini omnibus law dapat menyederhanakan regulasi yang dulunya berbelit-belit dan memperkuat sistem perekonomian nasional. Sedikitnya ada 74 UU yang terdampak dari omnibus law, jumlah ini masih bisa berubah-ubah.

Negara-negara dengan sistem hukum common law, seperti Amerika Serikat atau Australia pasti tidak asing dengan istilah omnibus law. Sedangkan Indonesia yang menganut sistem hukum civil law relatif belum terlalu familiar.

Rencananya, omnibus law yang akan dibuat Pemerintah Indonesia menyasar pada tiga sektor, yaitu UU Perpajakan, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM.


Kontroversi Omnibus Law

Niat pemerintah untuk segera mengesahkan omnibus law baik guna mensejahterakan rakyat. Namun pemerintah kurang memperhatikan aspek kewenangan otonomi daerah, etika dan daya dukung lingkungan hidup, dan hak-hak buruh.

Maka dari itu, publik tidak langsung sepakat dengan perencanaan ini, bahkan ada pihak yang meminta untuk dikaji ulang dan dihentikan saja.

Bukannya untung, omnibus law malah bersifat sebagai ancaman serta merugikan beberapa pihak, seperti buruh dan organisasi lingkungan hidup.

Omnibus Law Cipta Kerja berisi 11 kluster pembahasan dan 1.200 pasal. Salah satu pasal yang ditentang serikat pekerja adalah Pasal 42 yang mengatur kemudahan izin bagi perekrutan tenaga asing (TKA).

Disebutkan, “Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga wajib wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dari Pemerintah Pusat.”

Pasal ini mengamandemen Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, dimana sebelumnya TKA mendapatkan izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Meski tidak berlaku langsung untuk semua perusahaan, seperti anggota direksi dan komisaris dengan kepemilikan saham tertentu, namun pengesahan RUU Omnibus Law ini akan mempermudah perizinan TKA.

Dari lingkungan hidup sendiri, beberapa peraturan dalam RUU ini berdampak pada banyak hal.

Alih-alih mengedepankan perlindungan lingkungan, pemerintah justru mengutamakan investasi dan pembangunan infrastruktur.

Memicu ketidakpastian aturan dan implementasi uji kelayakan lingkungan hidup, melemahnya instrumen pencegahan hidup dengan dihapusnya izin lingkungan, dan pembatasan partisipasi publik.

Membiarkan omnibus law berarti sama dengan membiarkan kebakaran hutan terus terjadi sedangkan pelakunya bisa aman dari hukum pidana. Transisi energi batu bara ke energi terbarukan akan semakin sulit tercapai.


Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai kehadiran omnibus law bisa meredam gejolak ekonomi global serta mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen.

Melalui omnibus law, pemerintah hendak mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja. Jika omnibus law tidak dilakukan, lapangan pekerjaan akan berpindah ke negara lain yang lebih kompetitif.

Dengan kemudahan yang didapatkan di dunia investasi, diharapkan bisa menarik investor. Kehadiran investasi ini berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Refrom of Economis (CORE) Indonesia, menyebut omnibus law Cipta Kerja bukan sebagai jawaban untuk mengatasi masalah ekonomi, apalagi pascapenyebaran COVID-19.

Omnibus Law, kata Faisal, bukanlah jawaban untuk menarik investor. Masih ditemukan kelemahan dalam perundangannya dan sebaiknya diperbaiki lagi.

Kelemahan yang dimaksud Faisal diantaranya banyak aturan yang bertentangan dengan Undang-Undang Otonomi Daerah yang sudah ada. Pelibatan publik dalam pembuatan rancangan ini juga dipertanyakan.

Jika seperti ini, akankah pemerintah tetap mengesahkan omnibus law ini?