Viral Teori Konspirasi di Balik Mainan Lato-lato, Mengapa ?

Lifepod.id - Mainan dua bandul bernama lato-lato terus dibicarakan. Teranyar, kabar mengenai konspirasi lato-lato bahkan viral di media sosial. Lato-lato atau clackers ball kini digandrungi banyak orang. Popularitasnya tak lepas dari peran media sosial. Namun, di tengah namanya yang sedang naik daun, lato-lato justru dituding sebagai alat konspirasi. Teori-teori ini banyak dibagikan melalui WhatsApp, Facebook, dan Twitter.

Viral Teori Konspirasi di Balik Mainan Lato-lato, Mengapa ?
photo: m.mediaindonesia.com

Latto-latto atau clackers ball atau etek-etek, kini banyak digandrungi oleh semua kalangan, baik anak kecil maupun orang dewasa. Fenomena permainan latto-latto ini tak lepas dari unggahan di media sosial, sehingga menginspirasi banyak orang untuk memainkannya.

Di tengah ketenaran latto-latto, muncul beberapa unggahan berisi penjelasan teori konspirasi yang tersembunyi di balik permainan itu. Teori-teori konspirasi ini banyak dibagikan melalui grup WhatsApp dan Facebook. Bentuk latto-latto saat dimainkan yang menyerupai segitiga disebut melambangkan freemason dan iluminasi.

Tak cuma itu, nama lato-lato sendiri juga dipersoalkan. Dituliskan bahwa dalam bahasa Ibrani (Yahudi), 'lato-lato' berarti 'aku Yahudi'.

"Lato lato artinya Aku Yahudi.. Waspada gaess.. gilee bener pantesan saat ini merebak permainan ini sampai ke desa-desa...," bunyi salah satu pesan yang tersebar di WhatsApp.

Faktanya, dalam bahasa Ibrani, 'lato lato' atau לאטו לאטו bukan berarti 'aku Yahudi'. Hasil pengecekan melalui laman Google Translate memperlihatkan bahwa 'lato lato' justru berarti 'pelan-pelan'.

Artinya, kabar yang tersebar mengenai konspirasi lato-lato tersebut bisa dibilang tidak benar. Tak ada sangkut pautnya antara lato-lato dan Yahudi ataupun konspirasi.

Mainan yang mengeluarkan bunyi nok-nok ini sebenarnya telah populer di tengah anak-anak Amerika Serikat (AS) sejak tahun 1960-an. Di Negeri Paman Sam, mainan ini dikenal dengan sebutan clackers ball.

Dari AS, mainan ini pun tersebar ke berbagai penjuru dunia, hingga di Indonesia pada sekitar 1990-an.

Dulu, mainan ini terdiri dari dua bandul yang terbuat dari bahan akrilik. Sama seperti yang sekarang, kedua bola akrilik ini diikat pada tali dengan cincin atau pegangan kecil di bagian tengah. Cincin itu berfungsi untuk membuat kedua bandul saling mengadu dan bersuara.



Namun, mainan ini sempat dianggap berbahaya. Pasalnya, bandul yang terbuat dari akrilik itu bisa pecah saat diadu. Bukan tak mungkin jika pecahan akrilik bisa mengenai tubuh anak yang memainkan.

Tak cuma itu, gerakan dua bandul yang cepat saat diadu juga bisa mengenai bagian-bagian tubuh dan menimbulkan memar.

Karena berbahaya, bahan utama bandul pun diganti menjadi plastik, seperti yang muncul saat ini.

Kini, lato-lato kembali populer di tengah masyarakat. Siapa saja boleh memainkan lato-lato, asalkan digunakan dengan berhati-hati.

Sumber : [1][2]

Cek Berita dan Artikel yang lain :