Starbucks Berencana Rombak Desain Gelas Ikoniknya untuk Kurangi Limbah

Lifepod.id - Starbucks mengatakan pada tahun 2030 nanti perusahaan itu sudah tidak ingin lagi menggunakan gelas sekali pakai, yang mewakili sebagian besar limbah dan emisi gas rumah kaca perusahaan itu.

Starbucks Berencana Rombak Desain Gelas Ikoniknya untuk Kurangi Limbah
photo: pexels.com/Engin Akyurt

Pada era di mana kepedulian pada isu lingkungan dapat berdampak positif bagi jalannya perusahaan, gelas sekali pakai Starbucks kemungkinan akan segera punah.

Dari generasi ke generasi, gelas Starbucks sekali pakai telah menjadi ikon penting dalam kehidupan masyarakat peminum kopi.

Logonya telah membuat Starbucks menjadi salah satu merek kopi paling terkenal di dunia.

Pada tahun 2030 nanti, Starbucks ingin berhenti menggunakan gelas sekali pakai, yang menjadi sumber limbah dan gas rumah kaca perusahaan itu.

Starbucks sendiri dikenal memiliki banyak program ramah lingkungan dalam berbagai aspek operasionalnya di seluruh dunia.

Beberapa di antaranya telah tercapai, seperti sertifikasi efisiensi energi untuk gerai-gerainya yang baru buka, sementara sisanya harus direvisi atau justru dihentikan.

Misalnya, pada 2008, Starbucks bercita-cita agar pada tahun 2015 sebanyak 25% gelasnya sudah merupakan gelas yang bisa dipakai ulang (reusable).

Namun hingga kini, cita-cita itu belum terwujud.

Kini, desakan bisnis mendorongnya untuk merobak desain gelas ikoniknya. Produksi barang sekali pakai, seperti gelas plastik atau kertas, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang membuat planet Bumi semakin panas dan mengakibatkan peristiwa cuaca ekstrem dan dampak perubahan iklim lainnya.

Hal itu bertentangan dengan harapan para pelanggan agar para pebisnis turut ambil bagian mengatasi perubahan iklim.

Di sisi lain, harapan itu tidak dibarengi kesediaan konsumen untuk mengorbankan kenyamanan yang selama ini mereka dapatkan.

Michael Kobori, kepala bidang keberlanjutan Starbucks, mengatakan bahwa perusahaannya berniat untuk membuat pelestarian lingkungan menjadi sesuatu yang nyaman dilakukan.

Di salah satu gerai Starbucks di Arizona State University, gelas plastik atau kertas sekali pakai sudah tidak lagi digunakan.

Pembeli yang tidak membawa gelas sendiri akan diberi gelas plastik yang dapat dipakai-ulang, yang nantinya dapat mereka taruh ke wadah khusus di sekitar kampus.

Itu adalah satu dari dua lusin program rintisan yang digalakkan Starbucks selama dua tahun terakhir, dengan tujuan mengubah cara mereka menyajikan kopi kepada pelanggan.

Tujuannya untuk mengurangi limbah, penggunaan air dan emisi karbon perusahaan hingga setengahnya pada tahun 2030.

Michael Kobori mengatakan, “Itu tujuan kami. Harapan kami suatu hari nanti semuanya menjadi gelas yang bisa dipakai ulang, baik gelas yang dibawa sendiri oleh pembeli, gelas pribadi mereka, atau kalau mereka nongkrong di kafe bisa menggunakan cangkir keramik dari kami, atau gerakan baru yang kami sebut pinjam gelas.”

Ia yakin, jika gerai kopi sebesar Starbucks bisa menemukan sistem yang jitu, maka yang lain bisa meniru. “Kami tahu jika kami bisa memecahkan masalahnya dan menemukan cara menerapkan sistem gelas pakai-ulang di mana saja, dan tak lagi menyediakan gelas sekali pakai, semua orang akan mengikuti dan kami bisa merubah sistemnya.”

Jon Solorazano, pengacara yang membantu perusahaan-perusahaan mengembangkan operasi yang ramah lingkungan, mengatakan bahwa mengubah operasional perusahaan sebesar Starbucks itu sulit, namun perubahan itu akan membawa dampak besar pada para produsen.

“Mereka mungkin memiliki ratusan pemasok yang secara langsung maupun tidak langsung membantu memproduksi gelas (sekali pakai). Dan untuk mengubah seluruh proposisi nilai tersebut hingga ke atas – dari orang-orang yang memasok serat (kertas) di sebuah hutan di Oregon, hingga orang-orang yang memecah etilen untuk diubah menjadi lapisan plastik – semua keseimbangan itu memerlukan banyak masukan, banyak perubahan keorganisasian dan perubahan pola pikir,” ujar Solorazano.

Erin Simon, wakil presiden bidang limbah plastik dan kewirausahaan WWF, menuturkan bahwa komitmen perusahaan-perusahaan besar bisa membantu, meski pada akhirnya perubahan hanya dapat tercipta dengan kolaborasi perusahaan serta regulasi pemerintah.

“Tidak satu pun institusi, organisasi bahkan sektor bisa berubah sendirian,” kata Simon.

Starbucks sendiri bukan perusahaan pertama yang mengupayakan penggunaan gelas pakai-ulang.

Dari berbagai perusahaan besar di Eropa, seperti RECUP di Jerman yang menggunakan gelas dan kemasan makanan pakai-ulang, hingga kedai kopi lokal di kota-kota seperti San Francisco memiliki tujuan sejak bertahun-tahun lalu untuk berhenti menggunakan bahan baku kertas dan plastik sekali pakai.

Bedanya, Starbucks adalah perusahaan kopi terbesar di dunia, dengan lebih dari 37.000 gerai di 86 negara dan pendapatan sebesar $32 miliar tahun lalu.

Perubahan di Starbucks dapat mendorong perubahan di seantero industri.

Pada saat yang sama, kegagalan untuk beradaptasi dan memimpin perubahan justru dapat merugikan raksasa kopi itu di mata para pelanggan.

Irene Linayao-Putman, petugas kesehatan sekaligus konsumen Starbucks, mengatakan, “Jika saya harus memilih antara perusahaan yang berkelanjutan dan yang tidak peduli sama sekali, saya akan selalu memilih perusahaan yang lebih berkelanjutan.”

Perjalanan merombak wadah minuman itu lebih dari sekadar mengambil pilihan berbeda.

Meningkatkan komitmen keberlanjutan memerlukan navigasi jaringan perkembangan teknologi, mencari pemasok yang sepemikiran dan menguji coba seberapa jauh pelanggan mau diajak berubah.

Bagi Starbucks, itu berarti melakukan dua hal besar yang kontradiktif secara bersamaan, yaitu bergerak menuju gelas pakai-ulang sambil mengembangkan gelas sekali pakai yang memanfaatkan lebih sedikit bahan baku dan lebih bisa didaur ulang.

Di gerai Starbucks Arizona State University, jika pelanggan tidak membawa gelas sendiri, mereka akan diberi gelas plastik pakai-ulang dengan logo Starbucks.

Jika mereka mengembalikan gelas itu, mereka akan dapat diskon satu dolar, seperti untuk mereka yang membawa gelas sendiri.

Gelas pakai ulang itu dapat ditaruh ke tempat khusus di sekitar kampus untuk kemudian dicuci oleh pihak kampus dan dikembalikan ke Starbucks.

Gelas yang sudah terlalu rusak untuk digunakan kembali – bersama gelas sekali pakai dan plastik lainnya di tong sampah kampus – akan dibawa ke laboratorium kampus untuk dihancurkan, dicairkan dan diekstrusi menjadi potongan-potongan panjang mirip kayu.

Potongan-potongan itu lantas dipotong kembali, dihaluskan dan dibuat menjadi wadah-wadah kotak untuk menampung gelas pakai ulang Starbucks.

Selama beberapa tahun terakhir, Starbucks telah meningkatkan jumlah bahan baku hasil daur ulang untuk memproduksi gelas sekali pakainya.

Di beberapa pasarnya tahun lalu, Starbucks mulai menggunakan gelas kertas sekali pakai yang terbuat dari bahan daur ulang, meningkat dari jumlah sebelumnya sebesar 10%.

Rencananya, Starbucks akan menggunakan gelas sekali pakai yang terbuat 30% bahan daur ulang di seluruh gerainya di Amerika pada awal 2025. Selama beberapa tahun terakhir, Starbucks juga telah menguji coba berbagai jenis plastik untuk minuman dingin.

Pada 2019, perusahaan itu mulai menggunakan penutup gelas tanpa sedotan, sehingga mengurangi banyak limbah plastik.

Perusahaan itu berharap akhir tahun ini dapat mengurangi bahan baku baru hingga 15% untuk setiap gelas yang diproduksi. Cita-cita jangka panjangnya adalah menggunakan gelas pakai-ulang.

Namun, perjalanan untuk mewujudkannya masih jauh. Sejak memperkenalkan kembali penggunaan gelas pakai-ulang di beberapa gerainya pada Juli 2021, hanya 1,2% pendapatan perusahaan dari seluruh dunia untuk tahun fiskal 2022 yang berasal dari penjualan minuman dengan menggunakan gelas pakai-ulang.

Starbucks sendiri menolak memberikan data tentang berapa banyak gelas sekali pakai yang digunakannya setiap tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain :