5G Diklaim Tidak Sebabkan COVID-19

Lifepod.id - Berbagai teori yang menghubungkan COVID-19 dengan teknologi jaringan 5G banyak menimbulkan rumor dan pertanyaan di tengah masyarakat.

5G Diklaim Tidak Sebabkan COVID-19

VP Technology Relations Smartfren, Munir Syahda, mengatakan bahwa berbagai rumor tentang 5G memang sudah ada sebelum munculnya COVID-19. Ia menjelaskan bahwa secara teknis frekuensi 5G tersedia dalam berbagai tingkatan band, dan aman digunakan apabila dioperasikan secara terukur.

Munir menyampaikan bahwa dari sisi ilmu frekuensi, memang betul apabila semakin tinggi frekuensinya, dapat berpengaruh terhadap lingkungan hanya jika tidak terkendali. Namun, apabila dibatasi dan terukur, menurut Munir, tidak ada masalah, karena frekuensi tinggi inipun telah digunakan pada radio microwave yang hingga saat ini tidak bermasalah karena terukur dan bisa dikendalikan.

Smartfren Tunda Uji Coba 5G

Uji coba 5G oleh Smartfren memang sudah direncanakan pada tahun ini namun terkendala pengiriman perangkat dari perusahaan China ZTE, karena hingga saat ini tidak memungkinkan untuk memasukkan perangkat untuk bisa digunakan di Indonesia.

Smartfren sebelumnya telah melakukan uji coba jaringan 5G di sektor industri pada Agustus 2019. Uji coba dilakukan di pabrik pengolahan kelapa sawit di Marunda, Bekasi, milik Smart Tbk, yang masih dalam satu grup Smartfren.

Uji coba jaringan 5G tersebut menggunakan frekuensi 28GHz milimeter wave. Dari salah satu hasil uji coba, kecepatan maksimum yang berhasil dicapai untuk mengunduh yaitu 8,7 gigabita per detik.

Tantangan Implementasi 5G

Menurut Munir, tantangan terbesar implemetasi 5g berada pada infrastruktur yang harus lebih kuat dari generasi sebelumnya. Pengaturan frekuensi 5G juga menjadi tantangan lain. Alokasi frekuensi yang tepat sangat penting dan harus melalui data studi yang mendalam.

Tentunya berbagai infrastruktur dan studi mendalam menimbulkan tantangan lain yaitu nilai investasi. Secara prinsip sederhana, 5G tidaklah menggantikan 4G namun merupakan pelengkap dan pendamping.

Tantangan terakhir yaitu situasi dan kesiapan masyarakat sendiri, di mana salah satunya adalah daya beli kuota data pengguna. Dengan kemampuan kecepatan 5G yang mencapai 1Gbps, menurut Munir setidaknya diperlukan kuota data 100GB, sehingga perlu dipikirkan hingga tingkat user.

"Kalau personal ada untungnya selama layak secara market kalau masyarakat mampu, tapi ini perlu diperhitungkan untuk harga paket data," ujar Munir.