Untuk Menekan Kecelakaan, Pemerintah Batasi Kecepatan Kendaraan di Dalam Kota

<b> Lifepod.id </b> - Guna menekan angka kecelakaan lalu lintas, Kementrian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 tahun 2015 mengenai tata cara penetapan batas kecepatan kendaraan bermotor.

Untuk Menekan Kecelakaan,  Pemerintah Batasi Kecepatan Kendaraan di Dalam Kota

 

Wacana ini digaungkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, yang mengatakan bahwa 40 persen kecelakaan di dalam kota terjadi karena kecepatan tinggi.

Sehingga, pihaknya berencana membatasi kecepatan kendaraan maksimal 30 km/jam demi menjaga keselamatan pengguna jalan. Harapannya, Peraturan ini bisa menekan angka kecelakaan. Data pada kepolisian RI menunjukkan 14% kecelakaan di jalan raya pada 2014 terjadi karena faktor manusia, salah satunya melebihi batas kecepatan.

Menanggapi hal itu Andry Berlianto, Praktisi Defensive Riding dan Defensive Driving Indonesia, menyatakan dukungannya terkait adanya wacana pembatasan kecepatan kendaraan di perkotaan.

“Bagus, karena bisa menjadi alat penahan emosi berkendara bagi yang suka buru-buru atau ngebut,” kata Andry.

Menurut Andry, semakin rendah kecepatan kendaraan di jalan tentunya dapat menurunkan risiko kecelakaan akibat benturan di kecepatan tinggi, terlebih situasi lalu lintas dalam kota yang sibuk.

“Meski begitu, risiko akan tetap ada. Tapi setidaknya dapat menjadi media untuk mendisiplinkan pengguna jalan agar lebih tertib dan hati-hati,” jelasnya.

 

Berikut ikhtisar Permenhub 111/2015:

  1. Penetapan batas kecepatan ditetapkan nasional dan dinyatakan dengan rambu lalu-lintas:
  2. Paling rendah 60(enam puluh) km/jam dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100(seratus) km/jam untuk jalan bebas hambatan;
  3. Paling tinggi 80(delapan puluh) km/jam untuk jalan antarkota;
  4. Paling tinggi 50(lima puluh) km/jam untuk kawasan perkotaan; dan
  5. Paling tinggi 30(tiga puluh) km/jam untuk kawasan permukiman.

 

Batas kecepatan paling tinggi dapat ditetapkan lebih rendah atas dasar pertimbangan sebagai berikut:

  1. Frekuensi kecelakaan yang tinggi di lingkungan jalan yang bersangkutan;
  2. Perubahan kondisi permukaan jalan, geometri jalan, lingkungan sekitar jalan;
  3. Usulan masyarakat melalui rapat forum lalu-lintas dan angkutan jalan sesuai dengan tingkat status jalan.

 

Kewenangan menetapkan perubahan batas kecepatan dilakukan oleh:

  1. Menteri, untuk jalan nasional.
  2. Gubernur, untuk jalan provinsi.
  3. Bupati, untuk jalan kabupaten dan jalan desa.
  4. Walikota, untuk jalan kota.


Sanksi yang akan diberikan bagi pengemudi kendaraan melanggar batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah yakni kurung paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000.

Dalam melaksanakan aturan ini, Kementerian Perhubungan bersama kepolisian akan melakukan pengawasan dengan menggunakan alat seperti CCTV dan teknologi lainnya sedang dipersiapkan. Sehingga bila ada yang melanggar dan terekam di CCTV, polisi bisa menindaknya.