4 Faktor Pemicu Bengkaknya Anggaran Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Hingga Rp 27 Triliun

<b>Lifepod.id</b> - Kereta api Jakarta - Bandung kembali menuai kontroversi karena membengkaknya biaya anggaran proyek yang menjadikan pemerintah turut terlibat untuk menutup kebutuhan pendanaannya. 

4 Faktor Pemicu Bengkaknya Anggaran Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Hingga Rp 27 Triliun

1. Pandemi

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga memaparkan terdapat beberapa faktor yang membuat anggaran proyek tersebut membengkak.

"Masalahnya adalah Corona datang, dan kita ingin pembangunan tepat waktu. Corona datang membuat beberapa hal menjadi terhambat," ujar Arya dalam keterangannya, Sabtu (9/10).

2. Cashflow Perusahaan BUMN

Kedua, adalah karena terganggunya arus kas alias cash flow para perusahaan BUMN yang menjadi anggota konsorsium KCIC. Perusahaan tersebut ialah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA),  PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Jasa Marga Tbk dan PTPN VIII.  PT KAI dihadapkan pada masalah pemberhentian operasi dan penurunan penumpang kereta selama pandemi yang menjadikan PT KAI tidak bisa menyetorkan dana sesuai yang direncanakan ke proyek tersebut.

Di sisi lain terdapat PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang mengalami penurunan anggaran karena kapasitas tol tidak sama dengan yang sebelumnya.Hal ini menjadikan Jasa Marga juga mengalami keterlambatan untuk menyetor dana.

“Jadi hal-hal inilah yang membuat kondisi mau tidak mau supaya kereta api cepat tetap dapat berjalan dengan baik, kita harus minta pemerintah untuk ikut dalam memberikan pendanaan,” ujar Arya kepada wartawan, Minggu (10/10).

3. Perkembangan Desain & Geografis

Perkembangan desain dan geografis juga merupakan faktor terjadinya pembengkakan pada anggaran kereta cepat Jakarta Bandung ini. Perubahan desain bisa terjadi di tengah jalan karena menyesuaikan dengan kondisi geologis dan geografis yang berbeda. 

Arya menekankan bahwa kejadian seperti ini adalah lumrah dan hampir semua negara mengalami hal serupa dalam pembangunan kereta cepat, khususnya untuk langkah pertama. Hal tersebut dapat dipastikan membuat pembengkakan biaya proyek kereta cepat. 

4. Kenaikan Harga Tanah

"Seiring waktu ada kenaikan-kenaikan, dan itu wajar terjadi, yang membuat pembengkakan dana anggaran," kata Arya.  

Menurut Arya ikut campur tangan pemerintah untuk pendanaan proyek ini merupakan hal yang wajar dan juga  hampir semua negara juga melakukannya. Ia menyebut, progres pembangunan proyek yang telah mencapai hampir 80% perlu didukung dengan adanya suntikan dana dari pemerintah agar proyek tetap dapat berjalan dengan baik.

"Mau tidak mau, supaya kereta cepat berjalan baik, kita pemerintah harus ikut memberikan pendanaan. Di mana semua negara, pemerintahnya ikut campur dalam hal pembiayaan kereta cepat, hampir semua negara," ujarnya. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah mengizinkan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai salah satu sumber pendanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Hal ini tertuang dalam kebijakan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 yang diteken Jokowi pada 6 Oktober untuk mengubah Peraturan Nomor 107 Tahun 2015. Dalam pasal 4 Perpres tersebut dijelaskan bahwa pendanaan dalam rangka pelaksanaan penugasan pengerjaan proyek kereta cepat dapat bersumber dari penerbitan obligasi, pinjaman konsorsium, dan pendanaan lain yakni Melalui Perpres tersebut, Jokowi juga mengubah pimpinan konsorsium dari Wijaya Karya menjadi KAI.

Baca Juga : Jakarta Diprediksi Tenggelam pada 2050, Melarang Penggunaan Air Tanah adalah Solusi?

Baca Juga : Kok Bisa Teluk Jakarta Tercemar Paracetamol? Begini Penjelasannya