Omnibus Law Sah, Keinginan Jokowi Akhirnya Terwujud

<b>Lifepod.id</b> - Keinginan Jokowi untuk menerbitkan Omnibus Law yang dapat meringkas banyak undang-undang melalui pengesahan UU Cipta Kerja akhirnya terwujud.

Omnibus Law Sah, Keinginan Jokowi Akhirnya Terwujud

 

Keinginan Jokowi ini sebenarnya sudah lama ia sampaikan sejak pelantikannya bersama Ma’ruf Amin pada 20 Oktober 2020. Dalam pidatonya itu Jokowi Jokowi menyoroti tumpang tindih pada berbagai regulasi yang menghambat investasi serta pertumbuhan lapangan pekerjaan.

Maka dari itu Jokowi menyampaikan niatnya dan mengajak DPR menyusun omnibus law, sebuah UU sapu jagat yang bisa merevisi banyak UU.

"Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus," kata Kepala Negara saat itu.

Setelah pidato itu, Presiden Jokowi kemudian memerintahkan jajarannya untuk membuat draf omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. 

Saat penyusunan draf masih berjalan di tingkat pemerintah, Presiden Jokowi sudah menyampaikan harapannya ke DPR agar bisa menyelesaikan pembahasan RUU ini dalam 100 hari. 

"Saya akan angkat jempol, dua jempol, kalau DPR bisa selesaikan ini dalam 100 hari," ujar Presiden Jokowi dalam pertemanan tahunan industri keuangan 2020 pada pertengahan Januari.


Tentang RUU Cipta Kerja

Pemerintah sempat mengubah nama RUU itu menjadi RUU Cipta Kerja. Kata "lapangan" dalam penamaan sebelumnya diputuskan untuk dihapus. 

RUU ini kemudian mulai dibahas DPR pada 2 April 2020 dalam Rapat Paripurna ke-13. Sempat ditunda Jokowi 

Sejak awal, RUU ini langsung mendapat penolakan dari sejumlah kalangan, khususnya kaum buruh. Sebab, banyak aturan yang dianggap bisa memangkas hak buruh dan menguntungkan pengusaha. 

Selanjutnya pada 24 April, Presiden Jokowi mengumumkan pemerintah dan DPR menunda pembahasan RUU Cipta Kerja khusus untuk klaster ketenagakerjaan. 

Keputusan tersebut merupakan bentuk respons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut. Sebelum mengumumkan keputusan tersebut, Presiden Jokowi diketahui sempat bertemu dengan tiga pimpinan serikat buruh. 

"Penundaan ini untuk memberikan kesempatan ke kita untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan," kata Presiden Jokowi.

Dengan keputusan penundaan tersebut, maka buruh pun membatalkan aksi unjuk rasa besar-besaran. 

 

Pengesahan Kembali Dikebut

Pada 25 September, klaster ketenagakerjaan kembali dibahas oleh DPR dan untuk meloloskan RUU Cipta Kerja menjadi UU, anggota Dewan sampai rela melakukan rapat maraton. Selama sekitar tujuh bulan pembahasan, rapat dilakukan sebanyak 64 kali, termasuk pada dini hari, akhir pekan, hingga saat reses. 

Pembahasan selesai dan akhirnya RUU ini dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai UU pada Senin (5/10/2020). Para buruh pun melakukan aksi untuk menolak pengesahan tersebut. 

Satu jam sebelum rapat paripurna dimulai, Presiden Jokowi sempat menerima dua pemimpin serikat buruh ke Istana, yakni Presiden KSPI Said Iqbal beserta Presiden KSPSI Andi Gani. Kedua pentolan buruh tersebut mengutarakan sejumlah pasal yang dinilai merugikan buruh sehingga pengesahan RUU Cipta Kerja harus ditunda.

Namun, rupanya pertemuan itu tak mengubah apa pun. Pengesahan UU Cipta Kerja yang dianggap terlalu cepat dan merugikan buruh ini menimbulkan kontra pada lapisan masyarakat dan memicu banyak demonstrasi di tengah situasi pandemi seperti saat ini. 

 

Baca Juga: Sultan Yogya Izinkan Demo Buruh Terkait RUU Cipta Kerja Asal Tertib

Baca Juga: Hanya 3 Hari Perawatan Akibat COVID-19, Trump Mengaku Kebal Corona